Tampilkan postingan dengan label Wilayah Kedaulatan NKRI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wilayah Kedaulatan NKRI. Tampilkan semua postingan

Marinir-Pamtas Patroli Patok Perbatasan RI-Malaysia

Minggu, 24 Juni 2012


24 Juni 2012, Nunukan: Satuan Tugas (Satgas) Batalyon Marinir Tentara Nasional Angkatan Laut (TNI AL) Ambalat-Pulau Sebatik bersama Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad 413) mengadakan patroli patok perbatasan Indonesia-Malaysia pada 25-26 Juni.

"Patroli patok ini merupakan kegiatan rutin oleh Satgas Marinir Ambalat. Namun, ini pertama kali dilakukan secara gabungan dengan Satgas Pamtas," ujar Komandan Satgas Marinir Ambalat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kapten Marinir Suherman, di Sebatik, Minggu.

Patok yang akan ditinjau, menurut dia, yaitu patok 7 dan 8 yang terletak di sekitar Desa Ajikuning, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Selanjutnya, Selasa (26/6) akan meninjau patok 9, 10, 11 dan 12 yang masih berada di sekitar Ajikuning.

"Patroli itu sudah menjadi tugas pokok dari Satuan Marinir TNI AL pada patok perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia. Dengan tujuan mengecek kondisi patok, apakah posisinya masih tetap berada pada posisi awalnya atau telah bergeser," katanya.

Jika patok perbatasan itu mengalami perubahan posisi ataupun kondisi fisik, menurut dia, maka akan dilakukan perbaikan sesuai dengan posisi awal, kemudian juga akan dilakukan pengecatan terhadap patok perbatasan yang belum dicat selama ini.

"Sebenarnya sih pengecatan sudah dilakukan rutin, tapi kalau ada lagi yang belum sempat dicat, ya akan dicat," kata Suherman.

Rencananya, menurut dia, patroli dimulai pada Senin (25/6) pukul 08.00 Wita dengan menuju Desa Ajikuning di patok 7 dan 8 bersama dari personel Satgas Pamtas Kostrad 413.

Kemungkinan besar, patroli gabungan menginap di wilayah perbatasan untuk melakukan patroli pada empat patok lagi yaitu patok 9-12. Patroli ini dipimpin langsung Komandan Satgas Marinir Ambalat Pulau Sebatik Kapten Marinir Suherman.

"Patroli pada Senin sampai Selasa akan saya pimpin," katanya. Wakil Komandan Satgas Pamtas Kostrad 413, Mayor Inf Bambang, membenarkan adanya rencana patroli patok perbatasan gabungan Satgas Marinir dengan Satgas Pamtas yang akan dilaksanakan pada Senin (25/6) sampai Selasa (26/6).

Senada dengan Komandan Satgas Marinir Ambalat Pulau Sebatik, dia juga mengatakan, patroli tersebut untuk mengecek patok-patok perbatasan darat dengan negara tetangga Malaysia.

Apabila ada patok yang ditemukan terjadi perubahan posisi atau kondisi fisik, ia mengemukakan, akan dilaporkan ke Kodam Mulawarman.

"Kalau ada patok yang berubah posisi atau fisiknya tidak sesuai lagi dengan kondisi awal, maka kita akan laporkan ke Kodam," demikian Bambamg.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

TNI Pantau Perbatasan Indonesia-Malaysia

Rabu, 20 Juni 2012

Tim khusus rawa, laut, sungai, dan pantai (ralasuntai) dari Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 dengan menggunakan dua unit perahu karet, Rabu (20/6), akan mengibarkan bendera merah putih di mercusuar Karang Unarang perbatasan perairan Indonesia-Malaysia. (Foto: M Rusman/ANTARA News Kaltim)

21 Juni 2012, Nunukan: Petugas Pos TNI AL di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, rutin melakukan patroli untuk memantau wilayah perbatasan perairan Indonesia-Malaysia.

"Penjagaan pertahanan dan keamanan khususnya di perbatasan perairan Sebatik-Tawau, Malaysia, masih tetap eksis dan kontinyu dilakukan," ujar Komandan Pos TNI Angkatan Laut Sei Pancang Pulau Sebatik, Lettu Laut Nasution, di Sebatik, Rabu (20/6).

Masalah keamanan, lanjut dia, belum pernah terjadi hal-hal yang mengganggu secara serius, berkat kesigapan para personel TNI AL yang rutin menjaga perbatasan perairan. Mengenai kesiapan menjaga hankam negara kesatuan Republik Indonesia, senantiasa tetap dipertahankan sesuai norma-norma pengamanan perbatasan sehingga selama ini belum menemukan kendala apapun.

Terkait dengan mobilitas warga Pulau Sebatik yang menyeberang ke Tawau Malaysia ataupun warga Malaysia yang masuk melalui Pulau Sebatik, Nasution mengatakan secara umum masih landai.

Meskipun diakuinya, biasa menemukan adanya warga Malaysia yang masuk ke Pulau Sebatik tanpa menggunakan dokumen keimigrasian (paspor). Tetapi menggunakan Id Card (IC) Malaysia semacam Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Indonesia. Apabila menemukan semacam itu, TNI AL selaku penjaga perbatasan hanya mendata dan selanjutnya diserahkan kepada pihak imigrasi.

"Masalah dokumen lintas batas kan kewenangan imigrasi, sehingga setiap menemukan warga Malaysia masuk ke Sebatik tidak menggunakan dokumen berkoordinasi dan menyerahkannya ke imigrasi," kata Nasution.

Agar kondisi keamanan perbatasan tetap terjaga dengan baik, ujarnya, personel TNI AL yang berada di Pos Sei Pancang rutin melakukan patroli laut mengitari wilayah-wilayah perbatasan perairan.

Kemampuan jajaran TNI AL dalam menjaga perbatasan juga mendapat dukungan penuh dari jajaran Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) dan Satuan Marinir TNI AL.

Perampokan Laut Marak di Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia

Perampokan terhadap nelayan di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya di sekitar perairan Kaltim, akhir-akhir ini marak terjadi.

"Perampokan memang marak," kata Komandan Pos TNI AL Sei Pancang, Lettu Laut Nasution, di Sebatik, Kaltim, Rabu. Ia mengakui, peristiwa perampokan memang benar beberapa kali terjadi terhadap nelayan Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kaltim yang sedang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.

Tapi, ujarnya, terjadi di luar wilayah Pulau Sebatik yaitu di sekitar perairan Kota Tarakan, kalimantan Timur. "Namun tak pernah di wilayah Sebatik, dan karena di luar wilayah Sebatik untuk menanganinya secara langsung bukan kewenangan TNI AL Sei Pancang maupun Pangkalan TNI AL Nunukan," elaknya.

Terkait dengan peristiwa perampokan tersebut, dia kembali menegaskan lokasi kejadiannya berada di luar wilayah hukum TNI AL Pos Sei Pancang, hanya saja, yang menjadi korban memang adalah nelayan Pulau Sebatik.

"Sampai sekarang wilayah kami masih aman-aman saja dari perampokan. Kejadiannya di wilayah perairan lain. Kalau tidak salah kejadiannya di perairan Pulau Gusung dan Pulau Burung sana," ujar Nasution.

Diakui juga, pihaknya seringkali mendapatkan laporan dari nelayan Pulau Sebatik yang menjadi korban. Namun yang menjadi persoalan, karena yang bersangkutan satu hari setelah kejadian baru pulang dan melaporkan, maka hal itu menyulitkan pihaknya untuk melakukan tindakan mencari pelakunya.

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena para nelayan yang mengaku menjadi korban melapor sehari setelah kejadian," kilahnya.

Tetapi walaupun demikian, Nasution menegaskan tetap menanggapi dan melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan berkoordinasi dengan pihak aparat kepolisian di Kota Tarakan maupun dengan aparat kepolisian di Polsek Sebatik.

Sumber: ANTARA News Kaltim
Continue Reading | comments

Presiden: Nipah Dirancang dan Dibangun untuk Gugus Depan Pertahanan

Minggu, 03 Juni 2012

Presiden SBY disambut upacara militer ketika tiba di Pulau Nipah, Sabtu (2/6). (Foto: haryanto/presidensby.info)

2 Juni 2012, Pulau Nipah, Kepri: KRI Diponegoro-365 yang membawa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Hj Ani Bambang Yudhoyono merapat di dermaga Pulau Nipah, Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (2/6) pukul 16.00 WIB.

Setibanya di Pulau Nipah, SBY dan Ibu Ani disambut Korps Marinir TNI AL dan Satuan Tugas Pengamanan Pulau Nipah, setelah itu melaksanakan peninjauan pulau dan barak Satgas Pulau Terluar Nipah.

Usai peninjauan, Presiden SBY memberikan keterangan pers kepada wartawan. "Dalam pelayaran tadi, saya mendapatkan briefing dari Menteri Pertahanan dan dilanjutkan Menteri Kelautan dan Perikanan," kata SBY. "Menhan melaporkan kepada saya apa saja yang telah dikembangkan di pos depan kita ini, satuan Marinir dan satuan Angkatan Darat, dengan komposisi kurang lebih dua pertiga Marinir dan sepertiga Angkatan Darat, yang tentu melaksanakan tugas-tugas pos depan tempur bagi pertahanan negara kita," jelas SBY.

"Juga dilaporkan kepada saya, rencana pembangunan Batalyon Marinir di wilayah ini. Dan telah saya putuskan tadi, dari 3 alternatif yang diusulkan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, kita pilih tempat yang kita rasa paling memiliki nilai strategis dan taktis, dan insya Allah akan segera dibangun," ujar Presiden.

"Dengan demikian akan ada 1 Batalyon Marinir di kawasan ini yang disamping benar-benar menjadi pos depan pertahanan kita, juga bisa ikut menjaga keamanan di Selat Malaka dan Selat Singapura di bagian kita, dan kemudian juga ikut dalam menghadapi kejahatan transnasional bersama-sama dengan Kepolisian dan penegak hukum yang lain," terangnya.

Presiden SBY menyapa petugas saat meninjau barak Satgas Pulau Terluar Nipah saat mengunjungi pulau ini, Sabtu (2/6) sore. (Foto: anung/presidensby.info)

Presiden SBY mendapatkan penjelasan mengenai rencana pengembangan Pulau Nipah, Sabtu (2/6). (Foto: haryanto/presidensby.info)

Sementara dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Presiden SBY mendapatkan penjelasan bahwa wilayah Nipah nanti juga akan dikembangkan, sehingga disamping berfungsi sebagai pos depan pertahanan, juga ada kegiatan ekonomi yang akan dilaksanakan. "Mengingat kawasan kita ini: Batam Bintan, Karimun, Singapura, dan Johor adalah kawasan ekonomi dan usaha, kita ingin memanfaatkan letak yang strategis ini untuk kepentingan ekonomi kita. Namun demikian, Nipah kita bangun, kita rancang memang untuk gugus depan pertahanan kita," SBY menegaskan.

Saat melakukan peninjauan di Pulau Nipah, Presiden SBY dan Ibu Ani menyempatkan menanam pohon di wilayah itu. SBY menanam pohon Waru, sementara Ibu Ani menanam pohon Jati Londo. Setelah menyampaikan keterangan pers, SBY dan Ibu Ani melanjutkan perjalanan menuju Pulau Bintan, masih di wilayah Kepulauan Riau, dengan Ferry Dumai Line-1.

Sumber: Presiden RI
Continue Reading | comments

Pemerintah Kuncurkan Dana Pembangunan dan Perkuat Pertahanan Perbatasan

Selasa, 29 Mei 2012

Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro (kanan), didampingi Nyonya Purnomo Yusgiantoro (kiri), dan Panglima Kosrtrad, Meyjen TNI, M. Munir (tengah), saat penyerahan Mobil Pintar di Jakarta, Selasa (22/5). Dua unit Mobil Pintar dari Kementerian Pertahanan tersebut diserahkan kepada Pangkostrad Meyjen M. Munir, untuk digunakan oleh Batalyon Kostrad di perbatasan Kalimantan Barat. (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/ed/mes/12)

29 Mei 2012, Balikpapan, Kalimantan Timur: Pemerintah menyediakan anggaran Rp3,9 triliun membangun wilayah perbatasan darat Kalimantan-Malaysia Timur. Panjang garis perbatasan di sana hingga 2.000 kilometer dari barat ke timur. Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berhadapan dengan Malaysia di Kalimantan berhadapan dengan dua negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak.

Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Sutrisno, di Balikpapan, Selasa, menyatakan, "Anggaran untuk mengembangkan 39 kecamatan sepanjang perbatasan." Artinya, tiap kecamatan akan mendapat banyak sekali dana untuk memajukan wilayahnya. "Bagian dari tahapan pembangunan hingga 2025. Akan dibangun 187 kecamatan di 38 kabupaten di 12 provinsi. Rencana induk 2011-2014 sudah melibatkan 111 kecamatan," katanya.

Sutrisno menghadiri Rapat Koordinasi Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur. Rapat itu dibuka Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Anggaran dan perencanaan tersebut berkenaan perubahan cara pandang mengenai daerah perbatasan. Wilayah perbatasan, khususnya perbatasan darat dengan Malaysia di Kalimantan, kini dianggap sebagai beranda atau teras depan dari Republik Indonesia.

Perubahan cara pandang itu juga untuk mengimbangi pesatnya kemajuan pembangunan kota-kota negara tetangga tersebut yang letaknya tidak jauh dari kota-kota Indonesia, yang umumnya tertinggal. Pembangunan infrastruktur juga akan dibarengi pembangunan pada sektor energi, pendidikan dan kesehatan untuk membuka isolasi.

Bukan cuma pada aspek keseharian, karena TNI-AD berambisi menempatkan batalion-batalion kavaleri berat di garis perbatasan. Tank Leopard seberat 75 ton perunit akan dioperasikan di hutan belantara tropis bertanah gambut Kalimantan, dan berpangkalan di Bulungan, Kalimantan Timur. Masih didukung skuadron helikopter serbu AH-64 Super Cobra dengan berbagai peluru kendali dan roketnya.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Wamenhan RI Kunjungi Pulau Nipa di Batam

Senin, 28 Mei 2012

(Foto: djkn.depkeu.go.id)

28 Mei 2012, Jakarta: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin berkunjung ke Pulau Nipa di Provinsi Kepulauan Riau, Senin, untuk mengetahui infrastruktur yang telah dikembangkan, khususnya dalam kebijakan pertahanan mendukung ekonomi (defence supporting economy).

Kepala Pusat Komunikasi dan Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin ketika dihubungi di Jakarta Senin mengatakan, kunjungan ke Pulau Nipa kali ini merupakan rangkaian kunjungan kerja Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin selama dua hari ke Batam dan Surabaya.

Selain kunjungan ke Pulau Nipa, kata dia, selama di Batam Wamenhan dan rombongan juga menyempatkan diri melakukan peninjauan ke perusahaan galangan kapal di Batam yaitu PT Palindo Marine Shipyard dan di Surabaya Wamenhan dijadwalkan akan mengunjungi PT PAL Indonesia (Persero), pada Selasa (29/5).

Kunjungan Wamenhan ke Pulau Nipa, kata Kapuskom Publik Kemhan, merupakan rangkaian kegiatan observasi untuk mengetahui sejauhmana infrastruktur yang telah dikembangkan maupun pembangunan Pulau Nipa sebagai bagian dari kebijakan pemerintah khususnya kebijakan pertahanan mendukung ekonomi.

"Hal ini mengingat pemerintah telah menetapkan kebijakan bahwa pembangunan Pulau Nipa menjadi prototipe atau model untuk pulau-pulau terluar lainnya yang memiliki potensi. Ini tidak hanya untuk kepentingan kedaulatan pertahanan dan keamanan negara tetapi juga untuk menunjukan kedaulatan ekonomi nasional," kata Hartind.

Terlebih, lanjut dia, pemerintah melalui Kemhan sudah menargetkan dalam dua tahun ke depan, bahwa Pulau Nipa sudah menjadi kawasan yang melambangkan "defence supporting economy".

Oleh karena itu, Kemhan berkepentingan untuk segera memformulasikan suatu rujukan dalam bentuk prototipe model bagaimana mengelola pulau-pulau terluar ini agar dapat mendukung pertahanan serta diharapkan pada tahun 2014 Pulau Nipa sudah hijau dan infrastruktur pertahanan maupun ekonomi sudah terbangun.

Sedangkan kunjungan di PT Palindo Marine Shipyard dan PT PAL Indonesia (Persero), tambah Hartind, lebih difokuskan pada pengawasan produksi sejumlah alat utama sistem senjata (alutsista) yang tengah dibangun di kedua perusahaan galangan kapal tersebut sebagai salah satu program modernisasi alutsista.

Dalam kunjungannya itu, Wamenhan didampingi oleh Irjen Kemhan Laksdya TNI Sumartono, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksdya TNI Marsetio dan Kabaranahan Kemhan Mayjen TNI Ediwan Prabowo serta sejumlah pejabat Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Ekspedisi Khatulistiwa Jelajahi Perbatasan RI-Malaysia

Rabu, 25 April 2012

Sejumlah anggota TNI yang mengikuti Ekspedisi Khatulistiwa 2012 tiba di Lanud Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Selasa (3/4). Ekspedisi Khatulistiwa 2012 yang diikuti 1.173 peserta dari TNI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) , Wanadri, Resimen Mahasiswa (Menwa) dan mahasiswa tersebut, akan melakukan penjelajahan serta penelitian di wilayah perbatasan dari Tanjung Datuk (Kalimantan Barat) hingga Pulau Sebatik (Kalimantan Timur) selama 3,5 bulan. (Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang/ed/mes/12)

 25 April 2011, Nunukan: Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 menjelajahi wilayah Nunukan Kalimantan Timur dari Pulau Sebatik yang berbatasan dengan Sabah, Malaysia, sampai Kecamatan Krayan yang berbatasan dengan Negeri Serawak, Malaysia, selama sekitar 106 hari.

"Pada intinya, misi dari pada Ekspedisi Khatulistiwa 2012 ini adalah ingin melestarikan wilayah perbatasan NKRI," kata Mayor Inf Achiruddin, Wakil Komandan (Wadan) Sub Koordinator Wilayah 5 Nunukan di Sei Menggaris, Nunukan, Rabu. Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 akan melaksanakan berbagai kegiatan di tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia di Kaltim, yakni Nunukan, Kutai Barat dan Malinau dengan panjang wilayah perbatasan 1.038 kilometer.

Tim itu terdiri dari 212 anggota Kopassus, 45 personel Kostrad, 96 personel Raider, 39 Marinir TNI AL, 50 personel Paskhas TNI AU, 10 personel Dittopad, delapan personel Penerbad, 11 Disiarahad, satu orang Dispenad, satu Pusiarah TNI, 48 dari unsur mahasiswa, delapan orang Menwa, tiga anggota Wanadri dan dua wartawan.

Menurut Achiruddin, berbagai kegiatan dilakukan Tim Ekspedisi Khatulistiwa, di antaranya menjelajahi dan memantau patok-patok perbatasan, melakukan penelitian terhadap kehidupan flora dan fauna di hutan-hutan, melakukan kegiatan sosial budaya bagi masyarakat perbatasan dan juga mengamati kondisi keamanan negara.

Selama perjalanan, katanya, Tim juga melakukan pemantauan terhadap titik-titik yang rawan bencana seperti longsor, serta meneliti kawasan-kawasan yang memiliki kandungan alam. "Selama penjelahan di sepanjang pulau ke Sei Menggaris ditemukan lokasi yang memiliki kanduangan batu bara," katanya.

Sebagai bukti bahwa TNI selalu bertekad melestarikan wilayah perbatasan, maka tim ekspedisi khatulistiwa 2012 ini akan menggelar lagi bakti sosial sebagai bagian dari komunikasi sosial di Pulau Sebatik pada pertengahan Mei 2012.

Bakti sosial saat sedang dilaksanakan di Kecamatan Sei Menggaris. Ia mengataka, bakti sosial nantinya dalam bentuk penghijauan dengan menanam pohon. Pelaksanaan baksos ini akan dipusatkan di dekat patok perbatasan dengan Malaysia. "Kemungkinan ada dilaksanakan di Aji Kuning, Sebatik," kata Kapten Marinir Mardiono, Perwira Penerangan dan Sejarah Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Patok Perbatasan Indonesia-Malaysia Tidak bergeser

Sejumlah anggota Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 bertepuk tangan saat mengikuti acara penyambutan di Lanud Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Selasa (3/4). Ekspedisi Khatulistiwa 2012 yang diikuti 1.173 peserta dari TNI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) , Wanadri, Resimen Mahasiswa (Menwa) dan mahasiswa tersebut, akan melakukan penjelajahan serta penelitian di wilayah perbatasan dari Tanjung Datuk (Kalimantan Barat) hingga Pulau Sebatik (Kalimantan Timur) selama 3,5 bulan. (Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang/ed/mes/12)

25 April 2012, Nunukan: Danjen Kopassus Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya mengatakan Tim Ekspedisi Khatulistiwa yang melakukan perjalanan dari Pulau Sebatik menuju Kecamatan Sei Menggaris, Nunukan, belum menemukan adanya patok-patok perbatasan RI-Malaysia yang bergeser dari posisi semula.

"Selama perjalanan penjelajahan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 ini, belum ada patok perbatasan yang ditemukan bergeser atau hilang," kata Danjen Kopassus Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya yang juga Komandan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012, di Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, Rabu.

Danjen Kopassus mengatakan, Tim Ekspedisi Khatulistiwa yang melakukan perjalanan menjelajahi wilayah perbatasan selama ini belum melaporkan adanya temuan seperti itu. "Mudah-mudahan para peserta Tim Ekspedisi segera melaporkan apabila menemukan adanya patok-patok yang bergeser atau hilang di perbatasan," katanya.

Sedangkan Wakil Komandan Sub Koordinator Wilayah 5 Nunukan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Mayor Inf Achiruddin mengatakan, penjelajahan perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah utara Kabupaten Nunukan selama ini yang ditemukan hanya beberapa patok yang tertimbun tanah atau bergeser akibat longsor.

Patok-patok yang tertimbun tanah tersebut berada di sepanjang Kanduangan, Desa Sekaduyan Taka, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan. "Selama penjelajahan di wilayah perbatasan dari Pulau Sebatik sampai Sei Menggaris, belum ada patok yang ditemukan bergeser atau pun hilang, yang ada hanya tidak kelihatan karena tertimbun tanah atau longsoran tanah," katanya di Sei Menggaris.

Ia menambahkan, masa penjelajahan masih akan menempuh perjalanan menuju Kecamatan Lumbis dan berakhir di Kecamatan Krayan yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia, dan tidak tertutup kemungkinan Tim akan menemukan patok-patok perbatasan yang sudah bergeser. Achiruddin mengsinyalir kalau pun ada patok perbatasan yang bergeser, mungkin karena faktor alam seperti longsor.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Ekspedisi Penjelajahan Perbatasan di Wilayah Kalimantan Demi Tetap Tegaknya Kedaulatan Negara

Minggu, 01 April 2012

Menhut Zulkifli Hasan (duduk tengah) bersama peserta Ekspedisi Khatulistiwa 2012 meneriakkan yel-yel usai memberikan pembekalan di Situ Lembang, Bandung, Jabar, Selasa (27/3). Ekspedisi yang diikuti 600 peserta terdiri dari personel TNI, mahasiswa dan anggota Wanadri itu selain akan melakukan penjelajahan hutan Kalimantan, juga akan melakukan penelitian dan pencatatan flora dan fauna serta kekayaan alam yang belum terjamah. (Foto: ANTARA/Saptono/Spt/12)

1 April 2012, Jakarta: Ekspedisi penjelajahan perbatasan di wilayah perbatasan NKRI mempunyai nilai strategis demi tetap tegaknya kedaulatan Negara, hal tersebut dikatakan oleh Wakil AsistenTeritorial Kepala Staf Angkatan Darat (Waaster Kasad ) BrigadirJenderal TNI Iskandar MS pada pembekalan peserta Ekspedisi Khatulistiwa 2012 bertempat di Aula Ricky Samuel, SituLembang, Bandung, Jawa Barat, (30/3).

Nilai strategis dari pelaksanaan Ekpedisi Khatulistiwa 2012 karena kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai diplomasi territorial diperbatasan dan untuk menggugah serta menggairahkan semangat bela Negara. Ada tiga butir pokok perihal bela Negara yaitu bela Negara merupakan hak, merupakan kewajiban dan sebagai tanggung jawab serta kehormatan bagi setiap warga Negara .

Ekspedisi Khatulistiwa ini juga dapat untuk menanamkan jiwa patriotisme, rasa cinta tanah air dan wawasan kebangsaan guna menciptakan kondisi juang yang tangguh demi tetap tegaknya NKRI. Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan Negara, keamanan di wilayah perbatasan NKRI sehingga tercapai stabilitas keamanan disepanjang perbatasan RI dan Negara lain.

Waaster Kasad mengharapkan kegiatan ini dapat mengoptimalkan pencapaian sasaran yang diinginkan. Ketahui permasalahan yang ada diperbatasan, antara lain kesenjangan ekonomi, pergeseran batas wilayah Negara, segala bentuk penyelundupan, sarana dan prasarana serta sumber daya alam yang ada di wilayah Kalimantan.

Sumber: Kopassus
Continue Reading | comments

TNI Kirim Pasukan ke Perbatasan Malaysia

Rabu, 28 Maret 2012

Panglima Divisi 2 Kostrad Mayjen TNI Ridwan (kanan) memimpin para prajuritnya meneriakan yel-yel kesatuan, pada upacara pelepasan anggota TNI dari Batalyon 413 Divisi 2 Kostrad yang akan bertugas di perbatasan RI-Malaysia di Kaltim, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Rabu (28/3). Sebanyak 620 prajurit yang diberangkatkan dengan menumpang KRI Teluk Bone itu antara lain akan bertugas mencegah penyelundupan kayu dan menjaga patok batas negara RI-Malaysia agar tidak bergeser. (Foto: ANTARA/R. Rekotomo/ed/ama/12)

28 Maret 2012, Semarang: TNI mengirim pasukan dari Batalyon 413 Divisi 2 Kostrad ke Kalimantan Timur dari Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (28/3/2012).

Pasukan sebanyak 650 orang ini akan bertugas selama enam bulan untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.

Ini merupakan tugas rutin untuk menggantikan pasukan sebelumnya. Mereka akan mengawasi wilayah perbatasan sepanjang 1.043 kilometer yang rawan terhadap kejahatan seperti penyelundupan dan pembalakan liar.

Panglima Divisi 2 Kostrad Mayor Jenderal Ridwan memberikan pesan agar pasukan menjaga nama baik saat bertugas dan mematuhi standar operasi yang berlaku. "Pasukan harus bertugas dengan baik jangan bertindak melanggar hukum dan jangan cepat pingin kaya dengan tindakan yang tidak benar," pesan Ridwan terhadap pasukannya.

Ridwan juga mengatakan, mereka akan selalu mengawasi dan melindungi titik batas agar tidak bergeser yang nantinya merugikan wilayah kedaulatan Indonesia.

Sumber: KOMPAS
Continue Reading | comments

Pesawat Patroli TNI AL Halau Pesawat Malaysia di Ambalat

Selasa, 20 Maret 2012

Seorang anggota TNI AL melakuakn koordinasi dengan rekannya saat melakukan patroli udara di Bitung Sulawesi Utara, Senin (5/3). Kegiatan rutin tersebut sekaligus latihan guna meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan sinergi antara unsur kapal perang, satuan radar, dan pangkalan udara TNI AL. (Foto: ANTARA/Basrul Haq/ed/ama/12)

20 Maret 2012, Surabaya: Pesawat patroli TNI-AL mengusir satu pesawat Tentara Diraja Malaysia yang melanggar wilayah Indonesia dengan terbang di atas Karang Unarang, Perairan Ambalat, Kalimantan Timur.

Direktur Perencanaan Dan Pengembangan Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal), Kolonel Laut (P) Imam Musani, ketika dihubungi ANTARA di Surabaya Selasa (20/3) mengatakan, pesawat Malaysia yang melakukan pelanggaran itu berjenis CN-235 dengan nomor lambung M44-05.

"Peristiwa pengusiran terjadi sekitar pukul 10.32 WITA. Saat itu pesawat patroli TNI-AL jenis Casa NC-212-200 melihat pesawat Malaysia melintas masuk wilayah RI di atas Karang Unarang," katanya.

Pesawat Casa TNI-AL yang dipiloti Mayor Laut (P) Imam Safii dan sedang melakukan Operasi Tameng Hiu di wilayah Tarakan, Perairan Ambalat dan sekitarnya, langsung bergerak membayang-bayangi pesawat milik Malaysia dan selanjutnya melakukan pengusiran.

Kolonel Imam Musani menambahkan, peristiwa pelanggaran batas wilayah yang dilakukan pihak Tentara Diraja Malaysia tersebut, bukan terjadi kali ini saja.

Selain melanggar batas wilayah udara, kapal perang milik Tentara Diraja Malaysia juga beberapa kali memasuki wilayah perairan RI dan diusir kapal perang Indonesia yang sedang patroli.

"Ke depan, kami akan lebih mengintensifkan kegiatan operasi dengan menambah frekuensi kegiatan patroli udara," ujar Musani.

Menurut ia, Puspenerbal saat ini tengah menunggu kedatangan lima unit pesawat baru jenis CN-235-220 yang dipesan TNI-AL dari PT Dirgantara Indonesia untuk memperkuat armada udara yang ada saat ini.

Beberapa waktu sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno menegaskan bahwa masalah pengamanan di wilayah pulau terluar yang berbatasan dengan negara tetangga tetap menjadi prioritas dari TNI-AL.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

RCC Pantau Keamanan Selat Malaka di Aceh

Jumat, 16 Maret 2012

Petugas operator Bakorkamla menunjukkan titik kordinat lintasan kapal di perairan Selat Melaka pada layar monitor radar saat peresmian kantor Regional Coordinating Center (RCC) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI di perbukitan desa Durung - Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, propinsi Aceh, Jumat (16/3). Peresmian RCC di Aceh itu, untuk memantau dan merekam aktivitas kapal di Alur Laut Kepulauan Indonesia , salah satunya di perairan Aceh, mengingat wilayah teritorial Aceh yang setiap hari rata-rata 40 kapal asing melintas di selat melaka guna menjaga kedaultan NKRI. (Foto: ANTARA/Ampelsa/Koz/pd/12)

16 Maret 2012, Banda Aceh: Keamanan dan aktivitas pelayaran internasional di Selat Malaka di kawasan perairan laut Provinsi Aceh akan dipantau secara intensif menyusul beroperasinya gedung "Regional Coordinating Center" (RCC) di Desa Durung, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

"RCC dilengkapi alat pemantau untuk merekam dan memonitor kegaiatan kapal yang melintas di perairan Selat Malaka, kemudian dinformasikan ke intansi terkait," kata Kepala Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Djoko Suyanto di Aceh Besar, Jumat.

Dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Bakorkamla, Brigjen Pol AJ Benny Mokalu, ia mengatakan, tujuan dibangunnya RCC itu untuk mengoptimalkan penegakan hukum (yuridis) di laut karena perairan Aceh strategis sebagai lalu lintas kapal dari berbagai negara.

Informasi kapal-kapal asing yang termonitor dan direkam melalui radar pemantau itu akan diteruskan ke intansi keamanan lainnya.

RCC akan menjadi salah satu sumber informasi tercepat, akurat yang terintegrasi melalui "early warning system" Bakorkamla yang berbasis teknologi.

Selain dilengkapi layar monitor radar dan komunikasi, RCC juga dilengkapi dengan peralatan monitor kamera yang dapat menayangkan gambar kegiatan di pelabuhan dan di perairan.

Jangkauan peralatan radar untuk memantau aktivitas lalu lintas kapal itu mampu mendeteksi perairan Selat Melaka. Identitas kapal, negara tujuan akan dapat dimonitor.

Hasil monitoring RCC disebutkan setiap hari rata-rata sebanyak 40 kapal kargo dan tanker melintas di perairan Selat Malaka dengan negara tujuan India, China, Singapura dan Malaysia.

Perairan Selat Malaka sangat strategis dan salah satu perairan rawan terjadi kriminal di laut, antara lain perompak, penyelundupan dan pelanggaran teritorial oleh kapal ikan asing.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

TNI-AL Siaga di Natuna Cegah Nelayan Asing

Rabu, 22 Februari 2012

KRI Mulga-832 adalah kapal patroli cepat kelas PC-40 buatan Fasharkan Manokwari. (Foto: Dispenarmatim)

22 Februari 2012, Tanjungpinang, Kepulauan Riau: TNI-AL mengoperasikan satu unit kapal perang untuk mencegah dan menangkap nelayan asing yang mencuri ikan di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Pernyataan itu disampaikan Komandan Lantamal IV/Tanjungpinang, Laksamana Pertama TNI Darwanto, pada seminar perbatasan yang digelar Komunitas Merah Putih di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Rabu.

"Satu unit Kapal Republik Indonesia belum mencukupi untuk mengawasi perairan Natuna yang sangat luas," kata Darwanto.

Ia mengungkapkan, nelayan asing asal Vietnam dan negara lainnya beberapa kali ditangkap saat mencuri ikan di perairan Natuna. Nilai ikan yang dicuri dari Natuna diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Namun aksi pencurian ikan berkurang setelah satu unit KRI yang dilengkapi senjata canggih setiap hari mengelilingi perairan Natuna.

"Baru-baru ini ada sekitar 20 kapal ikan milik nelayan asing yang memasuki perairan Ranai, Natuna. Namun mereka berhasil kabur setelah dikejar oleh KRI," ungkapnya.

Darwanto meyakini nelayan asing memiliki mata-mata di perairan Natuna. Orang yang memberi informasi terkait kondisi keamanan yang dibutuhkan nelayan asing tersebut diduga warga negara Indonesia.

"Kondisi itu yang menyulitkan kami menanggulangi aksi pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing," katanya.

Selain menangkap nelayan asing, TNI AL tidak segan-segan menangkap pengusaha ikan lokal yang menjual ikan kepada pengusaha asing di tengah laut.

"Belum lama ini TNI AL pernah menenggelamkan kapal milik nelayan asing yang mencuri ikan, tetapi ternyata itu menimbulkan polemik. Namun dari sisi positifnya, tindakan yang diambil itu dapat menimbulkan efek jerah bagi nelayan asing," ujarnya.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Pangdam XII/TPR: Kostrad 305 Jaga Perbatasan Kalbar

Senin, 13 Februari 2012

Ekspresi Panglima Kodam XII/Tanjungpura, Mayjen TNI Erwin Hudawi Lubis saat jumpa pers seusai Pembukaan Rapat Pimpinan Makodam XII/Tanjungpura di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Senin (13/2). Dalam kesempatan tersebut, Mayjen TNI Erwin Hudawi Lubis menyatakan pada akhir Maret 2012 Kodam XII/Tanjungpura akan menarik mundur pasukan Batalyon Infanteri 643 Wanara Sakti Sintang dari 34 pos pengamanan perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalbar, dan menggantikannya dengan satu batalyon pasukan Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat (Kostrad) 305. (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/ss/nz/12)

13 Februari 2012, Pontianak: Panglima Komando Daerah Militer XII Tanjungpura Mayor Jenderal TNI Erwin Hudawi Lubis menyatakan, akan mengganti pasukan pengamanan perbatasan dari yang sebelumnya Batalion Infanteri 643 Wanara Sakti Sintang ke Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat 305.

"Pergantian itu guna memberikan penyegaran bagi prajurit yang telah bertugas menjaga keamanan di sepanjang perbatasan yang akan berakhir Maret 2012 hingga enam bulan mendatang bagi prajurit Kostrad 305," kata Erwin Hudawi Lubis dalam keterangan persnya di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, satu Batalion Kostrad 305 atau sekitar 600 personel yang akan menjaga perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia) yang ditempatkan pada 34 pos pengamanan perbatasan.

"Intinya pengamanan perbatasan sama saja, cuma melakukan penyegaran saja agar prajurit yang bertugas di perbatasan tidak jenuh," ujarnya.

Pangdam XII/TPR menambahkan, selama ini pasukan yang menjaga perbatasan hanya dari tiga batalion yang ada di bawah Kodam XII/TPR yang ada di Kalbar, yakni Batalion Infanteri 643 Wanara Sakti, Batalion Infanteri 641 Beruang Hitam di Kota Singkawang, Batalion Infanteri 642 Kapuas.

Ia berharap, kehadiran petugas TNI di sepanjang perbatasan bisa menjaga masyarakat dan kedaulatan NKRI dari ancaman musuh baik dari dalam maupun dari luar.

Panjang perbatasan mencapai 966 kilometer mulai dari Tanjung Datuk di Kabupaten Sambas hingga Gunung Cemeru di Kabupaten Kapuas Hulu, baru didukung sebanyak 34 pos pengamanan perbatasan (Pamtas).

Dari jumlah tersebut tiga di antaranya Pamtas bersama, satu berada di Entikong, Kabupaten Sanggau dan dua di Malaysia, yakni Lubok Antu berbatasan Kabupaten Kapuas Hulu dan Biawak berbatasan Kabupaten Sambas (Indonesia).

Kodam XII TPR di Pontianak diresmikan kembali pada 2 Juli 2010. Sebelumnya di Kalimantan sempat terdapat empat Kodam yang kemudian dilebur menjadi Kodam VI/TPR pada Desember 1984.

Kodam XII/Tanjungpura kini bermarkas di Pontianak mencakup dua provinsi yakni Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Sedangkan Kodam VI/Mulawarman untuk wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Sumber: KALIMANTAN News
Continue Reading | comments

Jika Menyangkut Kedaulatan, Lakukan Self Defence

Jumat, 20 Januari 2012

Presiden SBY menyampaikan pengarahan pada Rapim TNI dan Polri di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Jumat (20/1) pagi. (Foto: abror/presidensby.info)

20 Januari 2012, Jakarta: Presiden menginstruksikan jajaran TNI untuk tetap dapat menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dengan baik. Untuk itu, harus memahami hukum internasional yang berlaku. Yaitu jika ada persengketaan, wajib untuk diselesaikan secara damai.

"Lakukan SOP (Standard Operating Procedures) dengan sebaiknya. Itu berlaku di negara manapun," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam bagian lain arahnannya pada Rapat Pimpinan TNI dan Polri di STIK, Jakarta, Jumat (20/1) pagi.

Di lingkungan ASEAN, ujar Presiden, ada Treaty dan Commitee Cooperation. "Intinya, kalau ada persengkataan kita wajib menyelesaikan secara damai. Itulah ide dasar ASEAN. Ini juga didukung negara lain," SBY menambahkan.

Namun demikian, penggunaan kekuatan militer di lapangan bukan berarti diabaikan, "Kalau harus terjadi pertempuran, harus lebih kepada upaya self defence, apalagi jika menyangkut kedaulatan," SBY menjelaskan. Jika situasinya serius, lanjut Presiden, pasti selaku Kepala Negara akan segera mengambil keputusan dan mengeluarkan instruksi.

Semenatara untuk Polri, SBY menginstruksikan untuk tetap mencegah aksi anarkis. Polri harus menjadi bagian dalam upaya pencegahan terjadinya aksi kekerasan dan anarki. Jika sudah diupayakan tapi aksi anarkis tetap terjadi, maka jajaran Polri perlu melakuan tindakan cepat, tepat, tegas, dan tuntas. "Sesuai dengan aturan hukum dan SOP," Presiden mengingatkan.

Jika terjadi pelanggaran hukum, maka lanjutkanlah proses hukum kepada mereka yang melakukan kejahatan. "Itu kewajiban kita. Jangan sampai ada kesan pembiaran, bahkan yang akan dituduh pun negara, tidak cepat, tidak tuntas," Kepala Negara menegaskan.

Menurut Presiden, juga tidak benar jika muncul kesan adanya isu pelanggaran HAM berat dalam melakukan pengamanan. Presiden menjelaskan, menurut hukum internasional, yang dikategorikan pelanggaran HAM berat adalah Genocide (pemusnahan terhadap suatu bangsa) dan Crime Against Humanity (kejahatan kemanusiaan).

"Itu ada aturannya, ada penjelasannya," ujar SBY. Namun, meskipun jauh dari yang disebut pelanggaaran HAM, pelanggaran hukum dan HAM dalam pelaksanaan tugas harus tetap dicegah," Presiden menekankan.

Sumber: Presiden RI
Continue Reading | comments

Beginilah Aksi 37 Menit 'Menjepit' Jet Papua Nugini

Senin, 09 Januari 2012

Dassault Falcon 900 Ex. (Foto: aerospace-technology.com)

9 Januari 2012, Jakarta: Aksi intersepsi atau pencegatan di langit Banjarmasin hingga Makassar itu berlangsung November 2011 lalu. Namun, entah kenapa, Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'neil baru memperkarakannya di depan media Jumat, 6 Januari 2012 lalu, setelah selang hampir dua bulan kemudian. Banyak yang bertanya, ada apa di balik motif Papua Nugini berniat mengusir Duta Besar Indonesia Andreas Sitepu dari negara tetangga itu? Bagaimana sesungguhnya insiden itu bermula?

Peristiwa itu bermula ketika Selasa, 29 November 2011, pukul 10.13 WITA, radar Pangkalan Udara (Lanud) Sjamsuddin Noor Banjarmasin mendeteksi pesawat jet P2-ANW Dassault Falcon 900 Ex. Jet itu bergerak dari Subang (Selangor), Malaysia, ke arah Papua Nugini. Dari titik ordinat terbang, pesawat itu akan melintasi wilayah udara Indonesia.

Petugas pengawas udara Makassar kemudian mencoba mengontak pesawat Falcon untuk menanyakan asal pesawat, tujuan, serta izin penerbangan. Pesawat itu diketahui masuk dalam unschedule flight (penerbangan tidak rutin). Namun pesawat tidak merespons, bahkan juga tidak membuka komunikasi. Petugas mengontak Kohanudnas dan Departemen Perhubungan. Dicek lagi, tidak ada data penerbangan Falcon 900 Ex.

Sekitar pukul 10.40 WITA, sepasang Sukhoi milik TNI AU melesat dari Pangkalan Udara (Lanud) Sultan Hasanuddin Makassar mendekati pesawat Falcon. Keduanya mendekat, lalu menjepit kiri dan kanan, sambil terus membuka komunikasi. "Sesuai prosedur memang begitu" kata juru bicara Markas Besar TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama Azman Yunus, kepada Tempo, Ahad, 8 Januari 2012.

Awak jet tempur RI terus berkoordinasi dengan Komando Pertahanan Udara Nasional. Sukhoi melaporkan ciri utama pesawat Falcon adalah berwarna putih dan terdapat gambar burung merah di bagian sayap belakang. Akhirnya diketahui bahwa Falcon tersebut baru mengurus izin melintas pada hari itu sehingga belum diperoleh ketika melintasi Indonesia.

Sekitar pukul 11.17, Sukhoi membebaskan Falcon yang ditumpangi Deputi Perdana Menteri Papua Nugini H.O.N. Belden Namah itu untuk melanjutkan perjalanan. Perintah pembebasan dilakukan Komando Pertahanan Udara Nasional. "Itu tugas utama kami sebagai TNI AU. Kami ingin memastikan tak semua pesawat asing bisa melintas di wilayah udara kita tanpa izin," kata Azman lagi. "Pukul 11.42, Sukhoi kembali mendarat di Makassar.”

Peristiwa di udara itu hanya berlangsung sekitar 37 menit. "Tidak ada ancaman, tidak pula ada senggolan," kata Menko Polkam Djoko Suyanto dalam pesan pendeknya kepada Tempo. Karenanya, Djoko menganggap prosedur pencegatan yang dilakukan Mabes TNI AU sudah sesuai prosedur yang berlaku.

Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), kata Djoko, melakukan identifikasi visual dengan cara intersepsi. "Lagi-lagi ini karena data flight clearance yang diterima berbeda dengan hasil tangkapan radar bandara maupun radar Kohanudnas," ujarnya. "Tidak ada istilah mengancam atau membahayakan.”

Semua prosedur, menurut Djoko, dilakukan di bawah kontrol, baik radar di darat maupun pilot pesawat tempur. Djoko menegaskan intersepsi ini merupakan prosedur standar jika ada ketidakcocokan data aktual di udara. “Itulah gunanya Komando Pertahanan Udara,” ujarnya. Karenanya, Djoko minta media untuk tidak melebih-lebihkan insiden ini.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan pemerintah pada Jumat pekan lalu telah memberi penjelasan kepada Duta Besar Papua Nugini Peter Ilau perihal intersepsi. "Duta Besar Papua Nugini menyampaikan apresiasi atas penjelasan yang disampaikan dan akan meneruskan ke pemerintahannya," ujar Menteri Marty Natalegawa.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, kemarin menyatakan belum ada juga pengusiran terhadap Andreas Sitepu. Sedangkan juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum berencana berbicara langsung dengan Peter O'Neil. "Dibicarakannya di tingkat menteri luar negeri," katanya.

Pengamat intelijen, Mardigu Wawiek Prabowo, menilai Indonesia sedang ditantang untuk bisa lebih tegas soal perbatasan. Ia menyatakan intersepsi oleh Sukhoi sudah tepat. Menurut dia, Papua Nugini sudah bertindak sewenang-wenang dengan hanya menggunakan izin pesawat Global Express milik India untuk memasuki wilayah udara Indonesia.

Sumber: Tempo.co
Continue Reading | comments

Kasal: Banyak Persoalan Perbatasan Laut Berpotensi Konflik

Kamis, 24 November 2011

KRI Mulga. (Foto: Dispenarmatim)

24 November 2011, Jakarta (ANTARA News): Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan, masih banyak persoalan perbatasan laut RI dengan sejumlah negara yang belum tuntas dan berpotensi konflik.

Dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Wakil Kasal Laksamana Madya TNI Marsetio pada Raker Teknis Operasi TNI Angkatan Laut, di Jakarta, Selasa, Kasal mengatakan, meski telah disepakati beberapa hal dalam forum KTT ke-19 ASEAN, namun ada beberapa persoalan yang masih belum tuntas.

Ia mengemukakan perkembangan lingkungan strategis saat ini yang terjadi sangat cepat, kompleks dan sulit diprediksi, baik pada tingkat global, regional maupun nasional turut membuat persoalan perbatasan laut dengan beberapa negara menjadi lebih kompleks.

"Pada tingkat regional, meskipun telah tercapai kesepakatan ASEAN beberapa waktu lalu, namun masih banyak permasalahan perbatasan laut dengan negara-negara tetangga yang belum selesai serta berpotensi menjadi konflik," kata Soeparno menegaskan.

Indonesia memiliki batas laut dengan sepuluh negara yang belum tuntas yakni Timor Leste, Palau, India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, dan Australia.

Selain masalah perbatasan laut, permasalahan keamanan laut juga menjadi isu yang tidak boleh diabaikan.

"Banyaknya kegiatan ilegal di laut harus dapat kita atasi, sehingga eksistensi TNI Angkatan Laut sebagai penegak kedaulatan dan penjaga keamanan di wilayah perairan yurisdiksi nasional dapat kita laksanakan," katanya.

Terkait itu Kasal menambahkan, "Menyikapi hal tersebut. dibutuhkan kesiapsiagaan unsur, kewaspadaan dan peningkatan profesionalisme prajurit TNI Angkatan Laut sebagai bagian dari komponen utama pertahanan negara,".

TNI Angkatan Laut akan terus melaksanakan penggelaran operasi di wilayah-wilayah perbatasan dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di laut yurisdiksi nasional.

"Berkaitan dengan hal tersebut, kuantitas maupun kualitas pelaksanaan operasi harus tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan, sebagai implementasi dari tanggung jawab TNI Angkatan Laut dalam menjaga kedaulatan NKRI serta jaminan rasa aman bagi warga negara Indonesia maupun pengguna laut di wilayah perairan Indonesia dari berbagai tindak kekerasan, bahaya navigasi dan pelanggaran hukum," ujarnya.

Raker Teknis Operasi TNI Angkatan Laut merupakan wadah diskusi dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga apabila terdapat permasalahan dapat dicarikan jalan pemecahannya.

"Kita ketahui bersama bahwa dalam merencanakan kegiatan operasi, harus dapat menjawab perkembangan lingkungan strategis yang berkembang secara dinamis sesuai perkiraan ancaman yang timbul, didukung kesiapan unsur, logistik, serta profesionalisme prajurit yang handal," kata Kasal.

Kegiatan yang diikuti unsur operasi dari seluruh Satuan, Komando Utama, serta pangkalan Angkatan Laut itu bertemakan "Dengan Rakernis Ops Tahun 2011, Kita Dukung Program Gelar Operasi yang Optimal Guna Mewujudkan TNI AL yang Handal dan Disegani".

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Kaltim Dan TNI Kembangkan Bandara Perbatasan

Sabtu, 15 Oktober 2011

Bandara Long Apung. (Foto: Muhammad Arif)

14 Oktober 2011, Samarinda (ANTARA News Kaltim): Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akan melakukan kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pengembangan bandara di kawasan perbatasan antara RI dengan Malaysia bagian Timur.

"Saya sudah berbicara dengan KSAD TNI saat beliau datang ke Kabupaten Kutai Barat dalam rangka pencanangan Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) di kabupaten itu beberapa hari lalu," ujar Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Samarinda, Jumat.

Menurutnya, setidaknya terdapat tiga Bandara di perbatasan yang akan dilakukan kerja sama dengan TNI dalam waktu dekat, sedangkan kerjasama yang dimaksudkan gubernur adalah, untuk memperpanjang landasan pacu pada tiga Bandara.

Tiga Bandara di kawasan itu adalah Bandara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan, Bandara Long Apung di Kabupaten Malinau, dan Bandara Datah Dawai di Kabupaten Kutai Barat.

Peningkatan panjang landasan pacu untuk tiga Bandara di kabupaten yang terletak perbatasan negara itu akan dilakukan hingga mencapai panjang 1.600 meter dengan lebar 30 meter.

Kondisi landasan pacu di tiga Bandara tersebut saat ini adalah, sepanjang 900 meter dengan lebar 23 meter yang menggunakan konstruksi aspal kolakan untuk Bandara Yuvai Semaring di Nunukan.

Kemudian sepanjang 840 meter dan lebar 23 meter dengan konstruksi aspal kolakan untuk Bandara Long Apung, Malinau, dan sepanjang 750 meter dengan lebar 23 meter dengan kondisi fisik aspal kolakan pada Bandara Datah Dawai.

Jika pengerjaan dengan kerjasama itu tuntas, maka tiga Bandara di perbatasan itu akan memiliki panjang 1.600 meter dan lebar 30 meter, sehingga pesawat jenis ATR dan Hercules milik TNI sudah dapat mendarat di tiga Bandara tersebut.

Dalam dukungan pendanaan pengembangan Bandara itu, DPRD Kaltim sudah memberikan persetujuan untuk menggelontorkan dana senilai Rp400 miliar yang digulirkan dalam dua tahun mata anggaran APBD Kaltim, yakni mulai 2012 hingga 2013.

Rincian dari anggaran itu adalah, senilai Rp120 miliar untuk pengembangan di Bandara Yuvai Semaring, kemudian sebesar Rp130 miliar untuk Bandara Long Apung, dan yang sebesar Rp150 miliar untuk Bandara Datah Dawai.

Sumber: ANTARA News Kaltim
Continue Reading | comments

TNI Laksanakan Tugas Berdasar MoU 1978

Jumat, 14 Oktober 2011

Seorang warga memegang patok tapal batas di Dusun Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar, Rabu (12/10). Patok semen tipe D bernomor A104 yang berada di Dusun Camar Bulan tersebut, merupakan tapal batas hasil MoU antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1978. (Foto: ANTARA/Muhlis Suhaeri/jw/nz/11)

14 Oktober 2011, Jakarta (ANTARA News): Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam melaksanakan tugas di wilayah perbatasan Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) Indonesia-Malaysia tahun 1978.

Demikian disampaikan oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Namun demikian, TNI mendukung jika memang Indonesia ingin memperjuangkan wilayah tersebut sesuai Peta Belanda Van Doorn 1906.

"Memang ada temuan-temuan lain yang berbeda dengan MoU. Oleh karena itu temuan-temuan baru ini perlu dimasukkan dalam permasalahan untuk dapat didiskusikan bersama dengan Malaysia," kata Agus Suhartono.

Yang pasti, tambah Panglima TNI, pihaknya pasti mengamankan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimatan jika nantinya disepakati batas wilayah kembali ke perjanjian Belanda-Inggris. Karena itu, ia berharap pemerintah memasukan masalah Camar Bulan dan Tanjung Datu dalam outstanding border problem (OBP) 10.

"Yang jelas kalau itu sudah di sepakati, patoknya akan dipindah sesuai kesepakatan baru. Penjagaan perbatasannya pun akan bergeser mengacu pada apa yang disepakati yang baru. Sudah pasti seperti itu," kata dia.

Posisi TNI saat ini, lanjut Agus, menunggu keputusan politik antara Indonesia-Malaysia. Di mana kesepakatan perbatasan antar kedua negara, TNI pasti menjaganya.

Agus mengatakan, untuk menjaga perbatasan di Camar Bulan, ada 3 pos yang sudah didirikan di sana. Setiap pos terdiri dari 12-20 personil, tergantung luas wilayah.

Sementara itu, Komisi I DPR RI meminta pemerintah tidak menyerah dan mengalah dengan Malaysia terkait nota kesepahaman (MoU) 1978 soal perbatasan kedua negara. DPR menunggu sikap pemerintah apakah akan mengajukan masalah Camar Bulan dan Tanjung Datu dalam Outstanding Border Problem 10 atau tidak.

"Kalau ingin mengajukannya seperti apa? Sikap politiknya seperti apa?" kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.

Menurut Mahfudz, TNI sendiri berpegang pada MoU Semarang tahun 1978 karena mengacu pada data dan dokumen yang dimiliki Indonesia. TNI dalam posisi mendukung dispute atau perbedaan daerah dimasukan dalam OBP, sama dengan sikap DPR.

"Kami justru ingin menekankan pada pemerintah untuk tidak menyerah dan tidak mengalah. Ini harus diperjuangkan, jangan sampai katakan ini sudah selesai karena itu juga yang dikatakan pemerintah Malasyia, padahal belum tuntas," kata politisi PKS itu.

Mahfudz menambahkan, Komisi I DPR RI tetap akan ke perbatasan untuk memberi dukungan kepada TNI. DPR akan mengusahakan enambahan pasukan dan logistik hingga kenaikan anggaran di perbatasan.

Namun begitu, DPR RI meminta TNI tetap melakukan kontrol pengamanan, jika pendekatan pembangunan di perbatasan belum mampu dilaksanakan Indonesia. Yang jelas, jangan sampai lepas dua-duanya.

"Itu nanti dimanfaatkan negara-negara tetangga," kata Mahfudz.

Pemberitaan Camar Bulan bisa Pengaruhi Psikis Prajurit

Seorang warga memegang patok tapal batas di Dusun Maludin, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar, Rabu (12/10). Patok semen yang berada di tengah hutan Dusun Maludin tersebut, merupakan penanda tapal batas yang memisahkan Indonesia dengan Malaysia. (Foto: ANTARA/Andi Lala/jw/nz/11)

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, pemberitaan soal dugaan pencaplokan batas wilayah Indonesia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat mempengaruhi psikis prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang bertugas di wilayah tersebut.

Menurut Panglima TNI, pemberitaan itu seolah-olah menngecilkan tugas dan meniadakan peran prajurit TNI di kedua daerah tersebut.

"Istilah pencaplokan menyebabkan prajurit gundah karena seolah-olah mereka tak menjalankan tugas dengan baik," kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Agus menjelaskan, semua jajaran TNI, dari pusat hingga daerah, sudah melakukan tugas dengan baik menjaga perbatasan, termasuk menjaga agar jangan sampai satupun patokpun perbatasan bergeser. Bahkan, katanya, prajurit TNI selalu menggelar patroli bersama dengan pasukan Malaysia di wilayah perbatasan itu.

"Pangdam sudah mengecek, tak ada satupun patok yang bergeser. Kami tegaskan tidak ada pencaplokan," kata Agus.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Tritamtomo menyatakan, masalah perbatasan ini tak bisa diselesaikan hanya oleh TNI sendiri, namun harus bekerjasama dengan instansi pemerintah lainnya.

Peran serta Pemerintah Daerah setempat bersama dengan Kementerian Dalam Negeri sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini.

"Saya usulkan dibentuk sebuah jejaring tugas bersama lintas instansi yang secara periodik melakukan pemantauan serta penjagaan perbatasan," kata Tritamtomo.

Sedangkan, anggota Komisi I DPR RI, M Najib mengatakan ada perbedaan data dengan kenyataan di lapangan, khususnya soal penjanjian Belanda-Inggris dengan MOU 1975,1976 dan 1978.

"DPR RI sendiri mempertanyakan status MoU itu. Apakah baru mengikat mana kala sudah diratifikasi DPR RI atau cukup dengan MoU itu saja," kata politisi PAN itu.

Ia meminta klarifikasi wilayah Tanjung Datu yang berada di wilayah Indonesia-Malaysia. Ia juga mempertanyakan apakah Taman Negara yang dibangun Malaysia ada di wilayah Negeri Jiran atau daerah sengketa.

"Ini perlu ada penjelasan," kata Najib.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Malaysia Caplok Camar Bulan

Minggu, 09 Oktober 2011


10 Oktober 2011, Jakarta (Fajar): Hubungan Indonesia dan Malaysia kembali memanas. Tepatnya, setelah muncul kabar dari anggota Komisi I DPR jika Malaysia telah mencaplok wilayah Indonesia, di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Pemerintah dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur akan menggali kebenaran ulah negeri Jiran tersebut.

Juru Bicara KBRI di Kuala Lumpur Suryana Sastradireja saat dihubungi Minggu, 9 Oktober menuturkan isu pencaplokan atau kejahatan perbatasan tidak bisa didiamkan saja. "Harus cepat-cepat di-cross check. Supaya segera tuntas," tandasnya. Upaya klarifikasi ini dilakukan dari dua jalan.

Suryana menuturkan, pihak KBRI akan mengirim surat ke pemerintah Malaysia untuk menanyakan apakah ada upaya menyerobot lintas batas di Dusun Camar Bulan. Di dalam negeri sendiri, pemerintah juga mengecek ke Pemkab Sambas hingga ke tentara yang menjaga perbatasan.

Menurut Suryana, jika hasil klarifikasi ini menunjukkan dengan bukti-bukti akurat jika telah terjadi upaya penyerobotan, Indonesia bisa menyerang Malaysia sehingga penyerobotan tidak terulang lagi. Sebaliknya, jika kabar ini tidak benar, Indonesia harus diam. "Sebelumnya banyak kabar pencaplokan oleh Malaysia, tapi ujung-ujungnya Indonesia sendiri yang malu karena tidak terbukti," paparnya. Suryana tidak ingin kejadian ini terulang.

Dia lantas menuturkan, baik Indonesia maupun Malaysia saling overlapping ketika mengklaim titik perbatasan di kawasan Dusun Camar Bulan. Dusun yang letaknya di ujung utara Kecamatan Paloh ini, langsung berbatasan dengan Sarawak Malaysia.

Menurut Suryana, pihak Indonesia mengklaim jika seratus persen Dusun Camar Bulan adalah milik Indonesia. Sebaliknya, pihak Malaysia mengklaim ada sebagian kecil wilayah di Dusun Camar Bulan yang menjadi hak mereka. Suryana menegaskan, dari seratus persen wilayah perbatasan darat di Kalimantan belum seluruhnya tuntas.

Nah, Suryana menuturkan, upaya diplomatik untuk menuntaskan persoalan perbatasan khusus di Dusun Camar Bulan masih terus berlangsung. Jadwal rembukan selanjutnya bakal digelar di Malaysia pada 16-18 Oktober depan. Suryana berharap, persoalan perbatasan di Dusun Camar Bulan bisa segera tuntas, sehingga tidak memunculkan isu-isu yang bisa merenggangkan hubungan Indonesia dengan Malaysia.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Michael Tene menuturkan, secara hukum sejatinya keberadaan Dusun Camar Bulan sudah final milik Indonesia. Tepatnya, setelah ada MoU antara Indonesia dengan Malaysia pada 1978 silam.

Tapi, kata Tene, ada wilayah sekitar 1,5 kilometer dari patok perbatasan Indonesia dan Malaysia di Dusun Camar Bulan yang patok perbatasan yang masih diperdebatkan. "Apalagi ada patok-patok perbatasan yang rusak," katanya.

Selain di wilayah Dusun Camar Bulan, Tene juga mengatakan titip perbatasan yang rawan sengketa adalah di perairan Tanjung Datu. Lokasi keduanya, kata Tene, masih berdekatan. Menurut Tene, ada tiga ketentuan perbatasan yang ditetapkan khusus di kawasan perariran atau laut. Yaitu, batas landas kontinen, batas laut wilayah, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Dari ketiga ketentuan perbatasan tersebut, Tene mengatakan batas landas kontinen di Teluk Datu sudah disepakati antara Indonesia dan Malaysia. Sementara untuk batas laut wilayah dan batas ZEE masih terus dirembuk dalam meja perundingan. "Batas-batas tiga aspek itu harus final dulu. Jika ada yang kurang, perbatasannya belum komplit," katanya. Diharapkan, pembahasan batas di Tangjung Datu ini bisa tuntas.

Turiman Temukan Peta Asli Camar Bulan Masuk Indonesia

Dosen hukum tata negara Universitas Tangjungpura Pontianak, Turiman, yang pada 2007 melakukan penelitian yang didanai oleh UNDP, mendapatkan peta asli yang menunjukkan patok-patok perbatasan.

Peta tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni Kerajaan Malaysia dan Pemerintah Indonesia. Serta turut menandatangi dari pihak militer Indonesia, yakni Mabes ABRI dan militer Malaysia.

"Saya tidak ingat pasti tahunnya, tapi sekitar 1970-an," ujar Turiman kepada Tribun, Minggu (9/10/2011).

Menurut Turiman, peta asli tersebut tergambar dalam 14 lembar. Dalam peta tersebut tertulis jelas titik-titik patok batas antara Provinsi Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia. Lengkap dengan data lokasi tiap-tiap peta. "Berdasarkan peta asli tersebut, Camar Bulan dan Tanjung Datu masuk ke dalam wilayah Kalbar," katanya.

Sedangkan peta yang ada saat ini telah berbeda, yakni Camar Bulan sudah masuk sebagai wilayah Malaysia. "Hal ini harus ditindaklanjuti oleh Pemprov Kalbar untuk mengembalikan wilayah kedaulatan NKRI. Patok batas harus diselesaikan tanpa kompromi lagi, karena itu ada jelas perjanjiannya," kata Turiman.

Ditanya keberadaan peta asli tersebut, Turiman mengungkapkan, ia menyerahkannya kepada Kapten Umar Affandi, anggota TNI yang pada 2009 sedang mengambil tesis tentang perbatasan. Peta asli tersebut diharapkan dapat diserahkan kepada negara melalui Kapten Umar sebagai anggota TNI.

Umar Affandi peneliti sejarah perbatasan yang menulis tesis dengan judul Legalitas Batas Darat Indonesia-Malaysia, yang dihubungi Tribun, Minggu malam, menolak berbicara jika dikaitkan dengan statusnya sebagai anggota TNI.

Namun, sebagai mahasiswa S2 Untan yang ketika itu melakukan penelitian, ia bersedia memberi sedikit penjelasan. "Saya mengambil penelitian S2 di Ilmu Hukum Untan, dari bulan April 2005 sampai Juni 2007. Saya tertarik dengan bagaimana sejarah perbatasan Kalbar-Malaysia dari sisi hukum," katanya.

"Dari ketertarikan itu, hasil penelitian saya, belum ada satu pun aturan Undang-Undang yang mengatur wilayah perbatasan Kalbar sampai tahun 2007. Baru ada tahun 2008 setelah keluarnya UU tentang Kewilayahan," ujar Umar.

Maka sampai 2007, lanjut Umar, berdasarkan hukum internasional perbatasan kedua wilayah masih bersifat status quo. Oleh karena itu, adanya kesepakatan menyangkut perbatasan, selama Indonesia belum memiliki UU, jelas belum dapat diakui.

Disinggung pernyataan Turiman, bahwa peta wilayah perbatasan sekitar tahun 1970-an telah diberikan kepada dirinya, Umar menuturkan ia hanya menyimpang salinannya.

"Saya hanya mengambil copy-an dari Pak Turiman, saya tidak punya petanya. Copy-an itu sekarang sudah rusak, tidak bisa dibuka," paparnya.

Sumber: Fajar/Tribunnews
Continue Reading | comments

Empat Nelayan RI Ditangkap Tentara Malaysia

Minggu, 02 Oktober 2011


2 Oktober 2011, Medan (ANTARA News): Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Medan memprotes penangkapan empat orang nelayan tradisionalasal asal Kecamatan Medan Belawan oleh Tentara Laut Diraja Malaysia, Sabtu (1/10).

"Kami memprotes tindakan oknum Tentara Laut Diraja Malaysia, karena menangkap nelayan Belawan di perairan Indonesia," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan Zulfahri Siagian kepada ANTARA di Medan, Minggu.

Nelayan Belawan yang ditangkap patroli Tentara Laut Diraja Malaysia(TDLM) itu adalah Effendi yang juga nakhoda kapal yang ditangkap, dan tiga anak buah kapal, yaitu Muhammad Yunan, Rahmat dan Wirya.

Perahu nelayan itu disergap kapal patroli TLDM bernomor lambung 137 saat menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Selat Malaka.

Mereka dibawa ke wilayah Malaysia dan masih dalam tahanan Polisi Maritim Negeri Pulau Penang.

Berdasarkan data pada perangkat global positioning system atau GPS di perahu mereka, penangkapan terjadi pada koordinat 05.07.200 Lintang Utara dan 99.03.180 Lintang Timur.

"Dari titik koordinat tersebut terlihat jelas bahwa perahu nelayan itu saat ditangkap oleh patroli Tentara Laut Diraja Malaysia berada di wilayah perairan Indonesia," ujarnya.

HNSI Medan mendesak pimpinan institusi penegak hukum di Malaysia untuk membebaskan empat orang nelayan tradisional tersebut.

Zulfahri juga meminta pemerintah Indonesia mengajukan protes resmi kepada pemerintah Kerajaan Malaysia atas pelanggaran hukum yang dilakukan kapal patroli TLDM bernomor lambung 137 tersebut.

"Tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan para oknum Tentara Laut Diraja Malaysia menangkap dan menuduh perahu nelayan Belawan telah melanggar wilayah Malaysia, sangat tidak berdasar," katanya.

Polisi Laut Diraja Malaysia Berulah, Nelayan Minta Perlindungan


Ada lagi kisah kurang sedap terkait tetangga kita. Kali ini menimpa nelayan di perbatasan yang meminta perlindungan dari pemerintah karena ulah marakpraktik kekerasan dan kriminalisasi oleh Malaysia.

Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, di Jakarta, Sabtu, mengatakan, nota protes Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas tindakan Polisi Laut Diraja Malaysia melalui Kementerian Luar Negeri belum menyelesaikan persoalan di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia.

Halim mendesak KKP --anggota Bakorkamla-- dapat menjalankan fungsi koordinasi dan tugas keamanan laut secara konsisten dan maksimal, sehingga nelayan di perbatasan yang memerlukan perlindungan tidak merasa diabaikan.

Data Kiara maupun KNTI menyebutkan, 41 nelayan tradisional pernah ditangkap dan ditahan sejak 9 April 2009 hingga September 2011. Selain itu 47 nelayan tradisional lainnya mengaku pernah menjadi korban perompakan dan penganiayaan dengan pelaku anggota Polisi Laut Diraja Malaysia.

Kasus yang terkini pengaduan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Wilayah Sumatera pada 20 September 2011. Disebutkan ada kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami beberapa nelayan Langkat oleh tingkah buruk Polisi Laut Diraja Malaysia.

Modus operandi Polisi Laut Diraja Malaysia adalah menarik nelayan tradisional Indonesia dari laut nasional ke wilayah perairan Malaysia, dan menetapkan mereka sebagai pencuri ikan atau perompak.

"Berarti mereka kerap memasuki wilayah perairan Indonesia, khususnya di sekitar Langkat, Sumatera Utara, "kata Presidium Nasional KNTI Wilayah Sumatera, Tajruddin Hasibuan.

Dari sisi Indonesia, katanya, kelemahan penjagaan wilayah perairan perbatasan Indonesia semacam itu jelas terlihat.

Selain itu tidak ada bekal informasi batas perairan Indonesia dengan Malaysia untuk nelayan tradisional, baik melalui peta terkini maupun alat navigasi modern menjadikan nelayan rentan mengalami kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat negara lain.

"Kami minta pemerintah segera meningkatkan kualitas dan kuantitas patroli pengamanan laut di wilayah perairan Indonesia," katanya. Pula memberikan informasi dan pemahaman mengenai hak-hak nelayan dan batas wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga melalui pelatihan secara berkala kepada nelayan.

Hal terakhir yang ia minta yakni pemerintah memberikan pelatihan advokasi hukum bagi organisasi nelayan di berbagai wilayah khusus di perbatasan.

Sumber: ANTARA News
Continue Reading | comments

Daftar Blog Saya

Popular Posts Today

Recent Post

Recent Posts
 
Copyright © 2011. Info HanKam - All Rights Reserved
Ping your blog, website, or RSS feed for Free Proudly powered by Blogger